PENYESALANKU

Sendiri di satu pagi memandang cerahnya hari dengan udara yang sejuk. Membuatku selalu berfikir, mengapa seindah ini dunia yang Engkkau ciptakan bagi kami. Membuatku selalu bertanya, apa yang Engkau harapkan ketika mencipta aku dan semua keindahan ini. Satu hal yang sangat tidak kupahami tetapi menjadikanku dengan tulusnya menyatakan bahwa ternyata Engkau sangat mencintaiku.
Suatu hal yang indah yang telah kuperoleh dari Mu. Tetapi apa balasku, aku bahkan lalai dengan apa yang Engkau tugaskan padaku. Lalai saja tidak cukup, bahkan aku melakukan hal hal yang Engkau larang melalui kitab dan rasul Mu. Sungguh apa yang bisa kukatakan mengenai semua ini, semua menjadi sebuah tuak yang menghinakan aku.
Aku ingin hidup seribu tahun lamanya agar aku bisa memperbaiki semua kelakuanku selama ini. Tetapi apakah itu bisa menjamin bahwa diriku tidak akan kembali melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya, untuk ketiga kalinya atau bahkan untuk kesekian kalinya. Sama sekali tidak menjamin, karena aku hanyalah seorang manusia tempatnya dosa dan kesalahan.
Malu sekali diriku ketika melakukan kesalahan, kemudian bersimpuh di malam Mu tetapi keesokan harinya aku melakukan kesalahan yang sama. Teramat sangat malu diriku untuk kembali meminta maaf Mu, sehingga diriku menjadi salah satu manusia yang tergolong munafik. Aku selalu bilang aku sudah melakukan apa yang Engkau perintahkan tetapi aku sendiri tak tahu apa itu kulakukan karena cintaku kepada Mu atau hanya kulakukan sebagai kewajibanku saja. Sungguh hinanya diriku ya Rabb.
Ya Rabb berilah aku sedikit kekuatan untuk menangkal godaan makhluk Mu yang selalu mengajakku ke dalam kebathilan. Bantulah aku agar bisa bersanding dengan umat umat Rasul Mu di surga yang telah Engkau sediakan untuk beliau. Tambahkanlah rasa cinta ku kepada Mu ya Rabb agar aku dapat selalu melakukan apa pun yang Engkau perintahkan kepadaku. Agar aku senantiasa beribadah karena kecintaanku kepada Mu.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

EPISTEMOLOGI ILMU ADMINISTRASI

A.     Kajian Epistemologi Administrasi
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan kodrat suatu jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Di samping itu, menjelaskan pertanggungjawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat ilmu pengetahuan itu sendiri. Sasaran utama materi/content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana sesuatu itu dating, bagaimana untuk mengetahuinya, dan bagaimana membedakan antara satu dengan yang lainnya.
B.     Objektivisme Administrasi
Berpikir opriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi.  Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua, kesadaran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek administrasi.  Ketiga, penahanan terhadap hubungan yang terjadi antarberbagai entitas, baik perbedaan maupu persamaannya.
C.     Subjektivisme Administrasi
Cara memandang kebenaran yang dikandung dalam nilai-nilai administrasi senantiasa dilihat secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami administrasi itu sesungguhnya
D.     Skeptisisme Administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamnya diletakkan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian dari filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: (1) pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dan tindakan administrasi, (2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi, (3) menentukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang administrasi, (4) melakukan penyelidikan tentang kondisi krisis akibat dari pengandaian atau pernyataan yang diajukan oleh berbagai pemikir ilmu lainnya, (5) administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuai yang diinginkan.
E.      Etika dan Moralitas Administrasi
  1. Etika Administrasi
Etika administrasi dapat memberikan sumbangan dalam usaha mendapatkan suatu pemahaman, penglihatan, dan pandangan yang tajam terhadap suatu realita yang harus dihadapi dalam rangka mengimplementasikan berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi, terutama menghadapi permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Etika administrasi berangkat dari berpikir secara baik dan benar sampai kepada tindakan atau perbuatan yang baik dan benar pula. Etika ilmu administrasi bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan aturan dalam suatu kehidupan komunitas masyarakat manusia tertentu antara satu sama lain, mengalami perkembangan dengan berbarengan.
  1. Moralitas Administrasi
Moralitas cenderung merupakan produk dari kematangan jiwa seorang manusia, sedangkan etika cenderung lebih mengarah pada produk rekayasa untuk menciptakan pengaturan dan keteraturan hidup manusia. Oleh sebab itu, dalam rangka pelaksanaan aktivitas admnistrasi, baik wujud dari pemikiran (mind) maupun wujud dari profesi, membutuhkan landasan moralitas yang baik.
F.      Konseptual Administrasi
Ilmu administrasi merupakan kumpulan atau akumulasi dari berbagai jenis konsep dengan sasaran utamanya menarasi nalar manusia, sehingga di dapat suatu gambaran yang luas jangkauannya dalam kesadaran keilmuwan. Konseptual administrasi merupakan suatu simbol bagi sekumpulan kenyataan yang sifatnya konkret perseptual yang lumayan banyak jumlahnya.
Konsep ilmu administrasi merupakan produk dari suatu kesadaran yang sifatnya sangat fundamental dan terdiri atas dua jenis.  Pertama, kesadaran yang berkaitan dengan content atau objek, dan kedua, keasdaran yang berkaitan dengan kegiatan atau kenyataan.
Konsep dalam ilmu administrasi cenderung merupakan pemikiran yang didasarkan kepada perceptual dengan pembuktiannya untuk melahirkan suatu jangkauan yang lebih luas, yang diistilahkan dengan teori


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BIROKRASI IMMORAL


Berbicara tentang birokrasi Indonesia tentunya kita harus jujur bahwa birokrasi kita bak penyakit kanker stadium 4 (empat). Setidaknya ini yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo dalam Kompas.com (27/2/12). Dengan melihat fakta dan realita di lapangan mestinya kita memang tidak bisa bohong, inilah wajah birokrat kita, mulai dari istilah penyakit budaya Korupsi, pungli (pungutan liar), rekening gendung birokrat muda, nepotisme dalam birokrasi, birokrasi amplop, birokrasi mal praktek, tukang bolos, uang plicin, berbelit-belit, tidak transparan, lamban dan lain sebagainya.
Prinsip dasar dan karakteristik birokrasi yang digagas Max Weber (Max Weber; 1946) pertama kali seperti kerja yang ketat pada peraturan, jabatan yang hirarki, kaku dan sederhana, berdasarkan logika, tersentralistis, spesialisasi, terstruktur tanpa pandang bulu, dan lain sebagianya. Ternyata prinsip ideal yang dikemukakan Weber ini tidak mampu memperhatikan aspek manusia itu sendiri dalam birokrasi. Padahal efektivitas dan efisiensi birokrasi sangat dipengaruhi oleh etika dan moralitas dari pegawainya.
Pengaruh nilai dan praktek pemerintah kolonial Belanda juga masih berpengaruh sampai sekarang, bagaimana turunan mental korupsi dan feodalisme masih terasa sampai sekarang di dalam tubuh birokrasi kita. Dalam sejarah kita percaya bahwa akibat runtuhnya perusahaan dagang Hindia Belanda, VOC (Veneredgede Oost Indesche Compagnie) pengaruh yang paling besar adalah akibat korupsi para pejabatnya, nah inilah yang mungkin kita rasakan ketika para pejabat publik kita saat ini yang sangat gemar melakukan praktek penyelewangan ini. Begitu juga budaya feodal yang masih kental terasa dalam elit birokrasi kita, adanya jenjang kelas yang harus dilalului dalam proses pelayanan publik, ada kelompok atau individu yang dipandang memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi, adanya gila hormat di kalangan para petinggi birokrat, birokrasi itu abdi-dalem dan dalam strata sosial rakyat tak lebih adalah wong cilik.
Kita juga merasakan ketika para administrator publik melakukan praktek pelayanan publik yang kaku, rumit, berbelit-belit, sangat hirarki adalah cerminan pengaruh pemerintahan hindia belanda. Kita lihat saja KUHP yang kita pakai sekarang adalah produk Belanda. Atau pemberlakuan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atau pajak lainya sebenarnya itu juga adalah warisan Belanda yang dahulu disebut pajak sewa tanah. Namun terlepas dari pengaruh penjajahan tersebut, tentunya kita harus mampu bangkit setelah puluhan tahun kita terlepas dari belenggu penjajahan. Reformasi Birokrasi yang digembor-gemborkan dan dilakukan selama ini pasca reformasi ternyata belum mampu menghasilkan birokrasi yang bersih dan baik. Ini terbukti ketika sekarang masih saja kita terbelenggu oleh jeratan dan budaya korupsi yang semakin bervariasi dan kreatif.
Wajah Kelam Birokrasi Indonesia
Kerja yang lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih melingkupi birokrasi di Indonesia. Persoalan birokrasi di Indonesia sekarang ini ibarat gajah di pelupuk mata yang tidak kelihatan. Karena saking kusutnya, bangsa ini sendiri tidak bisa lagi mengenal, sebelum orang lain mengingatkannya. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebut kinerja birokrasi Indonesia merupakan yang terburuk kedua di Asia setelah India, adalah salah satu contohnya.
Buruknya pelayanan birokrasi ini sesungguhnya sudah merupakan penyakit menahun di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru hingga Reformasi, berulangkali pemantau internasional menobatkan negeri ini dengan prestasi buruk, namun kinerja aparatur penyelenggara negara itu bergeming sedikit pun. Tidak hanya uang negara yang habis untuk membayar upah para pegawai negara itu, harga diri Indonesia juga tercoreng di mata dunia karena ulah para birokrat yang tak becus itu.
Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi, semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah, kurangnya pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya, lemahnya fungsi koordinasi, organisasi birokrasi yang sangat gemuk, masih tingginya budaya korupsi, dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.
Sedikit kilas balik birokrasi Indonesia. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, sudah dikenal konsep birokrasi serta pembagian tugas. Namun demikian, raja masih dianggap yang paling berkuasa dan menentukan.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, seseorang dapat menduduki jabatan pegawai pemerintahan Hindia Belanda harus menjalani magang (pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi hubungan patron-klien, di mana para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai pegawai, bila perlu mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang modern, yakni Indonesia pasca proklamasi, birokrasi menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Penting karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga yang paling penting untuk membentuk negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Selanjutnya era Orde Baru, birokrasi memainkan peranan yang sangat sentral. Karena dominannya peran birokrasi, maka partisipasi masyarakat terasa kurang berakar atau menjadi “pelengkap” saja. Akibatnya, segala sesuatu saat itu terkesan lamban, kaku, dan tertutup.
Di era reformasi, demokrasi yang merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan di seluruh dunia mulai tumbuh di Indonesia. Seiring dengan itu, birokrasi yang memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, seperti keyakinan akan nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas musyawarah, dan prinsip perbaikan juga mulai tumbuh.
Namun, sifat-sifat dan pemahaman negatif di zaman sebelumnya, seperti lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih tetap tertinggal. Buktinya, seperti disebutkan di atas, birokrasi Indonesia ditempatkan oleh survei PERC sebagai yang terburuk kedua di Asia. Indikasi buruknya birokrasi di Indonesia ini juga ditemukan IFC (International Finance Corporation), terutama dalam kemudahan berusaha seperti membuka usaha, mendaftarkan properti, mengakses pinjaman, pembayaran pajak, hingga kepatutan terhadap kontrak kerja.
Menurut PERC, birokrasi di Indonesia tidak efektif, berbelit-belit, dan rawan korupsi. Secara keseluruhan, hasil survei itu menunjukkan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan sistem birokrasi yang paling efisien di Asia. Kemudian berturut-turut di bawahnya, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Malaysia, China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan India.
Kegagalan tersebut menurut PERC, selain Indonesia belum bisa meningkatkan efisiensi birokrasi, juga kegagalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menggulirkan reformasi birokrasi yang harus dibayar mahal dengan pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Menanggapi predikat tersebut pemerintah sendiri mengakui telah gagal mereformasi birokrasi. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemangkasan birokrasi dan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dari segi ekonomi, pengamat ilmu administrasi negara yang juga guru besar FISIP UI Eko Prasodjo seperti dilaporkan harian Media Indonesia (10/6/2010) memperkirakan, Indonesia mengalami kerugian sekitar 30% dari APBN dan APBD setiap tahun akibat buruknya manajemen birokrasi. Dia mengaku tidak heran pada hasil survei PERC tersebut.
Pendapat lebih tegas disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, semua presiden Indonesia gagal mereformasi birokrasi. “Semua presiden gagal menepati janjinya dalam memperbaiki birokrasi,” ujarnya. Kegagalan tersebut menurutnya, karena instansi-instansi yang ada masih terbelenggu masa lalu.
Melihat persoalan birokrasi sekarang ini, maka jika birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk kepentingan rakyat berfungsi baik, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi itu tidak dapat sepenuhnya dicapai, paling tidak birokrasi semestinya mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum yang lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat”.
Sejalan dengan itu, Indonesia harus membangun birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya. Dengan hasil survei PERC baru-baru ini, bangsa ini pun diharapkan bisa tersadarkan bahwa penyakit menahun itu masih ada di hadapan dan perlu pengobatan.
Rekomendasi
Indonesia harus membangun birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya.
Moralitas birokrasi pemerintahan merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan dan untuk menjaga citra birokrasi agar birokrasi pemerintahan terus mendapat kepercayaan dari masyarakat. Pejabat pemerintah dalam menjalankan pekerjaannya seharusnya sesuai dengan etika jabatannya masing-masing dan mempunyai kewajiban serta tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Hal yang perlu dilakukan untuk memberantas korupsi antara lain adanya komponen-komponen yang berfungsi sebagai pengawas atau pengontrol, sehingga ada proses  check and balance. Masyarakat seharusnya ikut berpartisipasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Kemudian perlu adanya perampingan birokrasi agar birokrasi lebih efektif dan efisien serta untuk mencegah bertambahnya pegawai yang melakukan korupsi.
Perlu adanya peningkatan pemberian pelayanan publik kepada masyarakat terutama kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan yang tegas dari semua instansi/lembaga terkait termasuk lembaga penegak hukum.
Dalam perumusan kebijakan, pejabat administrasi negara perlu untuk lebih memperhatikan kepentingan umum (public interest). Pemerintah seharusnya terus melakukan reformasi birokrasi dengan menerapkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan agar birokrasi pemerintahan di Indonesia lebih akuntabel, transparan, responsive, efektif dan efisien.
Dan hal yang terpenting adalah mewujudkan reformasi birokrasi oleh segenap elemen negara, terutama mengutamakan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembanguna politik secara tulus dan penuh kesadaran dari setiap individu.
Sumber:  http://hikmawansp.wordpress.com/2012/07/10/birokrasi-immoral/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)


BAB I
P R O S E S   A M D A L

Sebelum membahas jauh tentang proses AMDAL, terlebih dahulu penulis akan pembahas definisi daripada AMDAL. 
A.     Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (diambil dari http://www.amdal.intakindo.org/standar/intaki.php?id=content_amdal_1.txt pada tanggal 28 Juni 2013 jam 19:15 WIT).

B.     DASAR HUKUM AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan dampak besar dan penting. (diambil pada tanggal 1 Juli 2013 jam 19:26 dari http://cigasnugroho.blogspot.com/2012/11/analisa-mengenai-dampak-lingkungan-amdal.html).

C.     MAKSUD DAN TUJUAN AMDAL
Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Itu tujuan langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal pembangunan. Tertinggi (jangka panjang) Tujuan AMDAL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.
Tujuan langsung AMDAL adalah untuk:
1.      Memperbaiki desain lingkungan proposal;
2.      Memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan tepat dan efisien;
3.      Mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal; dan
4.      Informasi memfasilitasi pengambilan keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapkan usulan tersebut.
Tujuan jangka panjang AMDAL adalah untuk:
­         Melindungi kesehatan dan keselamatan manusia;
­         Menghindari perubahan ireversibel dan kerusakan serius terhadap lingkungan;
­         Menjaga sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem;
­         Meningkatkan aspek-aspek sosial dari proposal.
D.    MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL dapat langsung, seperti peningkatan desain atau lokasi proyek, atau tidak langsung, seperti kualitas yang lebih baik AMDAL bekerja atau mengangkat kesadaran lingkungan dari personil yang terlibat dalam proyek. Dalam kasus ini, akan ada dengan aliran-on efek di masa depan mereka bekerja. Seperti disebutkan di atas, potensi ini AMDAL meningkatkan keuntungan dari proses sebelumnya diterapkan dalam proses desain.
Secara umum manfaat AMDAL meliputi:
  • Lingkungan yang lebih baik perencanaan dan perancangan dari sebuah proposal. Melaksanakan AMDAL memerlukan sebuah analisis alternatif dalam desain dan lokasi proyek. Hal ini dapat mengakibatkan pemilihan teknologi yang diperbaiki, yang menurunkan output limbah atau lingkungan lokasi optimal untuk sebuah proyek. Sebuah proyek yang dirancang dengan baik dapat meminimalkan risiko dan dampak terhadap lingkungan dan orang-orang, dan dengan demikian menghindari biaya perbaikan yang terkait perlakuan atau kompensasi atas kerusakan.
  • Memastikan kepatuhan dengan standar lingkungan. Standar lingkungan Kepatuhan mengurangi kerusakan lingkungan dan gangguan kepada masyarakat. Ini juga menghindari kemungkinan sanksi, denda dan hilangnya kepercayaan dan kredibilitas.
  • Tabungan modal dan biaya operasi. AMDAL dapat menghindari biaya yang tidak semestinya dampak tak terduga. Ini dapat meningkat jika masalah lingkungan belum dianggap dari proposal awal desain dan memerlukan perbaikan kemudian. Sebuah 'mengantisipasi dan menghindari pendekatan yang jauh lebih murah daripada' bereaksi dan menyembuhkan. Umumnya, perubahan yang harus dilakukan di akhir siklus proyek yang paling mahal.

E.     TANGGUNGJAWAB PELAKSANAAN AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
F.      JENIS-JENIS AMDAL TUNGGAL
Jenis-jenis AMDAL tunggal adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan AMDAL.
TERPADU/MULTISEKTORAL adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan terpadu yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan lebih dari 1 instansi yang membidangi kegiatan tersebutKriteria kegiatan terpadu meliputi : berbagai usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan proses produksinya Usaha dan kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem AMDAL KAWASAN adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan yang direncanakan terhadap LH dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan RT RW yang ada.

G.    AMDAL DAN PERIJINAN
Agar supaya pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan , pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau kegiatan. Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan baru akan diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian dari ketentuan ijin.
Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur) memberikan keputusan tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi menyimpulkan tidak layak lingkungan.Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha.Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana.

H. AMDAL DAN AUDIT LINGKUNGAN HIDUP WAJIB
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru. (diambil pada tanggal 01 Juli 2013 jam 09:35 dari http://vraymozeart.blogspot.com/2013/01/amdal-ukl-dan-upl.html).

I.   AMDAL DAN AUDIT LINGKUNGAN HIDUP SUKARELA
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya. (diambil pada tanggal 01 Juli 2013 jam 09:36 dari http://vraymozeart.blogspot.com/2013/01/amdal-ukl-dan-upl.html).

J.      PROSES AMDAL
Dalam situs blogger, Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
ΓΌ      Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
ΓΌ      Menguraikan rona lingkungan awal
ΓΌ      Memprediksi dampak penting
ΓΌ      Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
ΓΌ      Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
ΓΌ      Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
ΓΌ      Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
ΓΌ      Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Sementara dalam situs BPLHDJABAR mengatakan bahwa prosedur AMDAL terdiri dari:
1.      Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
2.      Proses pengumuman
3.      Proses pelingkupan (sopping)
4.      Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
5.      Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
6.      Persetujuan Kelayakan Lingkungan

1.      PROSES PENAPISAN
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

2.      PROSES PENGUMUMAN
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

3.      PROSES PELINGKUPAN
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap Iingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

4.      PROSES PENYUSUNAN DAN PENILAIAN KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

5.      PROSES PENYUSUNAN DAN PENILAIAN ANDAL, RKL, DAN RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. (diambil dari http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/current-users/199-bagaimana-prosedur-amdal pada tanggal 1 Juli 2013 jam 10:39 WIT).


Adapun proses daripada AMDAL dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 1.1
Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)


BAB II
KEGUNAAN AMDAL

A.     KEGUNAAN AMDAL
  1. Bagi Pemerintah
Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan   pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
  1. Bagi Pemrakarsa
Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan dating dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan suatupembangunan. Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkunganSebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.
  1. Bagi Masyarakat
Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.Sebagai bahan pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.



BAB III
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM AMDAL

A.     PIHAK YANG TERLIBAT DALAM AMDAL
Dalam situs blogger dapat dikutip teori bahwa Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. (diambil pada tanggal 1 Juli 2013 jam 10:05 WIT dari http://pipitsusana.blogspot.com.au/2013/05/pihak-pihak-yang-terlibat-dalam-amdal.html)

B.     DASAR PELAKSANAAN AMDAL
Pada pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
a.       Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain: Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan;
b.      Komponen Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut;
c.       Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain: Sosial Ekonomi, Sosial Budaya;
d.      Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain: Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat.

C.     PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN
Perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain :
a.       Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok Agraria.
b.      Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49 Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara No 3419).
c.       Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
d.      Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
e.       Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Tambahan Lembaran Negara No 3501).
f.        Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Conventation On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati
g.       Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68 Tambahan Lembaran Negara No. 3699).
h.       Undang-Undang RI No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
i.         Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Adapu Peraturan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain:
a.       Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.     
b.      Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan.
c.       Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
d.      Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
e.       Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah untuk Penggantian.
f.        Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 59 Tambahan Lembaran Negara No.3838).
g.       Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
h.       Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pembangunan
i.         Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Beberapa keputusan pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain:
2)      Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
3)      Keputusan Presiden RI No 75 Tahun 1990 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
4)      Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
5)      Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
6)      Keputusan Menteri PU.No 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-sumber Air.
7)      Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-30/MENLH /7/1992 tentang Panduan Pelingkupan untuk Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.
8)      Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
9)      Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 103.K/008/M.PE/1994 tentang Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan dalam Bidang Pertambangan dan Energi.
10)  Keputusan Menteri PU. No 58/KPTS/1995 Petunjuk Tata Laksana AMDAL Bidang Pekerjaan Umum.
11)  Keputusan Menteri PU.No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL, Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
12)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH /3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
13)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/ 10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan.
14)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
15)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
16)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-50/MENLH /11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
17)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
18)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENLH /1/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.
19)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
20)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
21)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
22)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
23)  Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
24)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.
25)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
26)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 tahun 1997 tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
27)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107/BAPEDAL/2/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.
28)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL.
29)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
30)  Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL.
31)  Peraturan Daerah terkait yang relevan lainnya dengan studi ini.


DAFTAR PUSTAKA

Dokumen-dokumen:
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/current-users/199-bagaimana-prosedur-amdal
http://pipitsusana.blogspot.com.au/2013/05/pihak-pihak-yang-terlibat-dalam-amdal.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS