MAKNA IDUL FITRI



Ketika mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam benak setiap orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan. Dimana pada hari itu, semua manusia merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Dalam Idul Fitri juga ditandai dengan adanya “mudik (pulang kampung)” yang notabene hanya ada di Indonesia. Selain itu, hari raya Idul Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai sesuatu yang baru, mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil baru, atau bahkan istri baru (bagi yang baru menikah). Maklum saja karena perputaran uang terbesar ada pada saat Lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana sebenarnya makna dari Idul Fitri itu sendiri. Apakah Idul Fitri cukup ditandai dengan sesuatu yang baru, atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak saudara dan kerabat?!
Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan terhapusnya dosa kita kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Nah, dengan momentum Idul Fitri ini kita mari jadikan sebagai sarana meminta maaf dan memaafkan orang lain dengan bersilaturrahim (menyambung kasih sayang) baik kepada suami atau istri, kedua orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga serta teman dan relasi kita ketika ada kebencian terhadap mereka. Sebab kasih sayang merupakan lawan dari kebencian. Sehingga orang yang dalam dirinya ada kebencian pada suami atau istri, orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga, teman dan relasi disebut dengan pemutus kasih sayang (Qathiul Rahim). Orang yang memutuskan kasih sayang (Qathiul Rahim) dalam hadis shahih dijelaskan bahwa mereka ini tidak akan masuk surga.

Namun, Idul Fitri selalu membuatku kesepian.  Yah.  Kesepian karena tak dapat mudik seperti yang lainnya, tak bisa berkumpul dengan keluarga.  Empat tahun sudah aku tak dapat bersungkemban dengan kedua orang tuaku.  Mereka ada di Jogja.  Sedangkan aku di Wamena, Papua.  Sedih memang.  Tapi mau bagaimana lagi.  Tak ada yang menggantikan semua itu, tak ada pula yang menghapus kesedihan serta kesendirianku ini.  Tak seorangpun. 
Suasana di rumah ini pun, tak ada yang special.  Semua terasa biasa saja.  Hanya saja, bedanya banyak makanan yang banyak dan enak.  Tak ada makna lain. 

Akankah makna lebaran di sini selamanya akan seperti ini?!! Aku harap jangan.  Karena ini menyedihkan. 
Tubuh ini pun kian runtuh dengan banyaknya kegiatan dalam kehidupanku.  Tak ada kata istirahat, tak ada hentinya untuk berkata capek.  Aku ingin semuanya berakhir.  Atau setidaknya, bisa menghapus makna yang buruk ini di sini.  Untukku, dan untuk semuanya yang tinggal di sini. 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ANALISIS IKLIM ORGANISASI DI CV. PRANATA



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Banyak bermunculan perusahaan di era globalisasi ini membuat situasi persaingan pasar bisnis semakin ketat. Perusahaan-perusahaan yang ada berlomba-lomba untuk menarik pelanggan dan membuat strategi agar pelanggan loyal kepada perusahaannya dengan berbagai cara. Perusahaan juga terus berusaha untuk menjadi yang terdepan dan lebih berkualitas dibanding para pesaingnya. Dalam pemasaran produk, kualitas merupakan hal yang esensial. Kualitas produk atau jasa saja tidak cukup untuk menciptakan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan penyedia produk dan jasa tersebut, tetapi perusahaan harus memiliki nilai lebih lainnya. Jika beberapa perusahaan di pasar bisnis memiliki kualitas produk yang standar atau kurang lebih sama, dengan harga produk yang bersaing dan serupa, maka aspek yang dapat membedakan dan membuat unggul suatu perusahaan adalah pada kualitas pelayanan yang diberikannya kepada pelanggan. 
Pelayanan kepada pelanggan adalah pelayanan yang mendukung produk inti suatu perusahaan (Zeithaml dan Bitner, 2006, hal. 5). Pelayanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk dan jasa. Saat ini pelayanan yang berkualitas tidak lagi semata-mata hadiah untuk konsumen dari produsen atau perusahaan. Konsumen saat ini tidak lagi hanya membutuhkan produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh mereka, tetapi mereka juga ingin diperlakukan dan dilayani dengan baik ketika mereka membeli produk suatu perusahaan.
Menurut Pare (dalam Peter dan Olson, 1999, hal. 2) bahwa saat ini sebagian perusahaan yang sangat sukses di dunia dapat meraih keberhasilannya dengan cara merancang organisasinya untuk melayani konsumen dan tetap dekat dengan mereka. Perusahaan tersebut berkomitmen untuk mengembangkan produk dan layanan berkualitas serta menjualnya pada tingkat harga yang memberikan kepuasan bagi konsumen. Komitmen perusahaan tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mengutamakan kepuasan pelanggan. Harapan pelanggan yaitu mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya, ramah, cepat, dan memberikan kesan menyenangkan pelanggannya. Pelayanan dikatakan berkualitas jika pelayanan yang diterima dan dirasakan pelanggan melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan sehingga terwujud kepuasan pelanggan.
Iklim organisasi merupakan persepsi atau pemaknaan dan interpretasi terhadap pengalaman-pengalaman yang dirasakan karyawan tersebut selama bekerja di sebuah organisasi atau perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan psikologis dan sosialnya. Individu di organisasinya memberikan pemaknaan dan penilaian tersebut berdasarkan atas apa yang ia rasakan mengenai suasana kerja dan dimensi-dimensi di dalam organisasinya yang berhubungan dengan kesejahteraan mereka. Davis dan Newstrom (1994, hal. 58) menjelaskan bahwa suasana organisasi yang dipersepsikan, yang disebut sebagai iklim organisasi, dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan kualitas hasil kerjanya. Kualitas hasil kerja salah satunya yaitu kualitas pelayanan.
CV. PRANATA adalah salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang Supplier IT Equipment.  Menjual barang dan jasa.  Barang-barang yang dijual adalah spare part komputer dan elektronik lainnya yang berkaitan dengan teknologi. Dalam hal ini CV. PRANATA bersifat sebagai perusahaan yang melayani konsumen serta client-client yang akan atau telah bekerja sama dengan baik.  Sehingga peranan iklim organisasi sangatlah penting untuk perusahaan tersebut. 
Kualitas pelayanan merupakan bentuk performansi yang identik dengan perilaku karyawan di perusahaan. Perilaku karyawan tersebut di perusahaan dapat dipengaruhi oleh iklim organisasi. Iklim organisasi yang positif terwujud ketika karyawan mempersepsi positif suasana, dimensi-dimensi, praktek, dan prosedur di tempat kerjanya. Hasilnya yaitu sikap dan perilaku karyawan yang timbul pun positif dan mendukung ke arah pemberian pelayanan yang berkualitas. Berdasarkan uraian teori dan fakta yang telah dijabarkan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Analisis Iklim Organisasi di Lingkungan Kerja CV. PRANATA”
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana analisis iklim organisasi di CV. PRANATA?
C.     Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Administrasi
2.      Mengetahui analisis iklim organisasi di CV. PRANATA

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.     Pengertian Iklim Organisasi
Iklim belakangan ini diidentifikasikan sebagai komponen sistem sosial (Muchinsky, 1993, hal. 363). Iklim merupakan sebuah situasi yang berhubungan dengan pemikiran, perasaan, dan perilaku anggotanya yang bersifat temporal dan subyektif (Smither, 1998, hal. 399). Gilmer (1975, hal. 409) menggambarkan iklim sebagai karakteristik yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Iklim organisasi didefinisikan oleh Bowditch dan Buono (1997, hal. 299) sebagai pengukuran yang luas atas harapan-harapan orang-orang tentang hal-hal yang disukai dalam organisasi yang sedang mereka temui. Iklim organisasi dapat berfungsi sebagai indikator terpenuhi atau tidaknya harapan-harapan karyawan tersebut di organisasi. French (1994, hal. 90) berpendapat bahwa iklim organisasi adalah sesuatu yang dapat diukur, merupakan kumpulan persepsi dari para anggota organisasinya tentang aspek-aspek di kehidupan kerjanya yang mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka, khususnya kebudayaan di dalam organisasi, gaya kepemimpinan yang berlaku, tingkatan atau derajat struktur, dan praktek-praktek serta kebijakan-kebijakan personalia. Payne dan Pugh (dalam Steers, 1985, hal. 123) mendefinisikan iklim organisasi sebagai sikap, nilai, norma, dan perasaan yang dimiliki para karyawan sehubungan dengan organisasi atau perusahaan tempat mereka bekerja.
Ashkanasy et al (2000, hal. 22) mendefinisikan iklim organisasi sebagai persepsi individu yang berdasarkan pada pola-pola yang diterima dalam pengalaman-pengalaman dan perilaku-perilaku spesifik individu dalam suatu organisasi. Iklim organisasi juga merupakan konsep deskriptif yang berdasarkan pada persepsi lingkungan sosial anggota organisasi (Schneider dan Synder dalam Jewell dan Siegall, 1989, hal. 378). Steers (1985, hal. 120) mengatakan bahwa konsep iklim organisasi itu sendiri adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dirasakan dalam lingkungan kerja dan timbul karena kegiatan organisasi tersebut dan dapat mempengaruhi perilaku orang-orang di dalamnya.
Menurut Schneider (1990, hal. 384), iklim organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap praktek, prosedur, dan jenis-jenis perilaku yang diberikan penghargaan dan didukung dalam latar tertentu. Iklim organisasi dikatakan oleh Bowditch dan Buono (1997, hal. 299) sebagai lingkungan psikologis tempat orang-orang berinteraksi, lebih berfokus pada persepsi individual daripada pengalaman aktual anggota organisasi. Steers (1985, hal. 121) mengatakan bahwa iklim organisasi berhubungan dengan persepsi karena iklim ini merupakan iklim yang dilihat dan dirasakan oleh para anggota organisasi dan bukan iklim yang sebenarnya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas yaitu yang dimaksud dengan iklim organisasi adalah persepsi individu terhadap praktek dan prosedur yang berasal dari pengalamannya berinteraksi di lingkungan organisasinya, dalam hubungannya dengan kesejahteraan mereka dan dapat mempengaruhi perilakunya di organisasi.
B.     Pendekatan Iklim Organisasi
James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu:
1.      Multiple measurement – organizational approach
Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat, yaitu: relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi perilaku orang yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi adalah ukuran, struktur, kompleksitas sistem, gaya kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi.
2.      Perseptual measurement – organizational attribute approach
Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan pengukuran persepsi daripada pengukuran secara obyektif seperti ukuran dan struktur organisasi.
3.      Perseptual measurement – individual approach
Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang nyata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu. Dengan pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang dialami oleh individu maupun organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu-individu tersebut. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.

C.     Dimensi Iklim Organisasi
Toulson dan Smith (1994:457) menerangkan dalam jurnalnya bahwa konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:
  • Tanggung jawab
  • Standar atau harapan tentang pekerjaan
  • Ganjaran atau reward
  • Rasa persaudaraan
  • Semangat tim
Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tanggung Jawab
Tanggung jawab yang tinggi akan mendorong karyawan menyelesaikan kerjanya secara optimal. Individu merasa bahwa masing-masing anggota organisasi diberikan tanggung jawab pribadi dalam menjalankan tugas mereka. Mereka merasa mampu membuat keputusan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan tanpa meminta bantuan manajer terlebih dahulu. Keadaan ini membuat karyawan merasakan iklim organisasi yang positif.
2.      Standar atau Harapan tentang Kualitas Pekerjaan
Standar performansi kerja yang tinggi dirasakan penting. Standar yang ada mendukung ke arah kerja yang menantang. Penekanan pada kerja yang bagus menunjukkan adanya iklim organisasi yang positif.
3.      Ganjaran atau Reward
Adanya reward menunjukkan perasaan bahwa karyawan dihargai atas pekerjaannya yang baik, menekankan pada penghargaan yang positif dibanding pemberian hukuman, dan keadilan yang diterima karyawan atas kebijakan promosi dan gaji akan membuat karyawan merasakan iklim organisasi yang positif.
4.      Rasa Persaudaraan
Rasa persaudaraan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok sosial yang informal (Toulson & Smith, 1994:457).
5.      Semangat Tim
Semangat kerja tim adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan (Toulson & Smith, 1994:457).


D.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Menurut Higgins (1994:477-478) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim yaitu:
1.      Manajer/pimpinan
Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.
2.      Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar manusia.
Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif.
3.      Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat.
4.      Faktor eksternal organisasi
Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif.

BAB III
PEMBAHASAN

A.     Rasa Tanggung Jawab
Sesuai dengan pengertiannya, rasa tanggung jawab yaitu perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya.  Maka seperti yang penulis lihat, bahwasanya rasa tanggung jawab yang dimiliki oelh karyawan CV. PRANATA sangatlah besar.  Karena mereka telah mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan Direktur.  Dari awal karyawan itu masuk, karyawan telah diberikan suatu pelatihan atau training oleh Direktur atau karyawan senior yang telah menguasai pekerjaan yang ada di perusahaan ini. Sehingga suatu hari ketika Direktur keluar kota, karyawan tersebut dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri.  Sebagai contoh:  mengerjakan servis komputer, laptop, printer, menangani komplain internet, dll.
B.     Standar atau Harapan tentang Kualitas Pekerjaan
Setiap perusahaan pasti mengharapkan kualitan pekerjaan yang bagus.  Begitu juga dengan CV. PRANATA.  Perusahaan tersebut sangat mengharapkan kualitas pekerjaan yang bagus pula.  Mulai dari system pekerjaan, karyawan sampai dengan hasil pekerjaan. 
C.     Ganjaran atau Reward
Adanya reward menunjukkan perasaan bahwa karyawan dihargai atas pekerjaannya yang baik, menekankan pada penghargaan yang positif dibanding pemberian hukuman, dan keadilan yang diterima karyawan atas kebijakan promosi dan gaji akan membuat karyawan merasakan iklim organisasi yang positif.  Demikian juga karyawan CV. PRANATA.  Mereka telah mendapatkan Ganjaran atau Reward atau sering disebut dengan gaji pada setiap bulannya.  Selain itu mereka pun sering mendapatkan bonus ketika ada sebuah proyek atau lembur.  Artinya mereka masih bekerja di luar jam kerja mereka.  Sehingga sering kali Direktur memberikan uang lembur untuk karyawannya. 
Karyawan perusahaan ini pun pernah, bahkan sering dipromosikan untuk menyelesaikan pekerjaan di luar kota.  Contoh:  Seorang teknisi, karyawan CV. PRANATA dipromosikan oleh Direktur untuk melakukan pekerjaan pemasangan jaringan di Tiom, Lanny Jaya.
Bukan hanya ganjaran atau reward yang positif saja.  Tetapi karyawan CV. PRANATA  tak jarang mendapatkan reward yang negatif apabila mereka tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik atau melakukan kesalahan dalam bekerja. 
D.     Rasa Persaudaraan
Menurut data dan informasi yang ada di CV. PRANATA, mayoritas karyawan perusahaan tersebut berasal dari Provinsi yang sama yaitu Yogyakarta.  Masing-masing karyawan pun memiliki hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan, sehingga dalam dimensi iklim organisasi poin ke empat ini penulis dapat menganalisis bahwa adanya suasana kerja yang bersahabat dan hubungan yang baik antar rekan kerja maupun dengan pimpinan.  Para karyawan pun saling membantu rekan kerjanya apabila mengalami kesulitan dalam pekerjaan.  Begitu juga dengan pimpinan.  Beliau siap untuk membantu karyawannya apabila dalam menyelesaikan pekerjaan mengalami kesulitan. 
Semua karyawan CV. PRANATA tinggal di rumah Direktur.  Sehingga ketika di luar jam kerja, perusahaan ini menyebut dirinya sebagai keluarga.  Bukan lagi pimpinan dan karyawan, tetapi dalam hal ini Direktur selalu menegaskan kepada karyawan bahwa semua yang tinggal di rumahnya sudah dianggap sebagai keluarga.  Beliau juga mampu bersikap professional.  Dimana ketika pada jam kerja pembicaraan atau komunikasi yang berjalan adalah masalah pekerjaan dan ketika berada di luar jam kerja maka topic pembicaraan pun berbeda.  Bukan lagi masalah pekerjaan.  Disitulah rasa persaudaraan antar rekan kerja maupun pimpinan. 
E.      Semangat Tim
Sesuai dengan pengertian semangat tim pada Landasan Teori di atas, yaitu hal-hal yang terkait dengan dukungan dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan (Toulson & Smith, 1994:457).  Berbicara masalah semangat tim, maka sangat erat kaitannya dengan rasa persaudaraan.  Semangat tim yang ada di CV. PRANATA adalah adanya perasaan saling tolong menolong.  Sebagai contoh: Ketika salah satu Teknisi sedang keluar untuk mengatasi internet di berbagai rumah/kantor-kantor dan ia masih meninggalkan pekerjaan yang belum terselesaikan, maka karyawan yang lain bisa membantu menyelesaikan pekerjaan tersebut mengingat konsumen telah menentukan waktu kapan servisannya (komputer, laptop, printer, dll) akan diambil.  Sehingga prinsip dari pada perusahaan ini pun selalu ditanamkan. Yaitu mengupayakan yang terbaik untuk konsumen. 


BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Iklim organisasi adalah persepsi individu terhadap praktek dan prosedur yang berasal dari pengalamannya berinteraksi di lingkungan organisasinya, dalam hubungannya dengan kesejahteraan mereka dan dapat mempengaruhi perilakunya di organisasi.
Kualitas pelayanan merupakan bentuk performansi yang identik dengan perilaku karyawan di perusahaan. Perilaku karyawan tersebut di perusahaan dapat dipengaruhi oleh iklim organisasi. Iklim organisasi yang positif terwujud ketika karyawan mempersepsi positif suasana, dimensi-dimensi, praktek, dan prosedur di tempat kerjanya. Hasilnya yaitu sikap dan perilaku karyawan yang timbul pun positif dan mendukung ke arah pemberian pelayanan yang berkualitas.
Berdasarkan analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi memiliki sumbangan efektif terhadap kualitas pelayanan sebesar sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam analisis ini.  
B.     Saran
1.      Bagi Karyawan
Dilihat dari hasil kualitas, sebaiknya karyawan harus lebih konsisten dan disiplin lagi dalam menjalankan standar kualitas pelayanan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk perbaikan iklim organisasi, sebaiknya untuk Direktur sebisa mungkin mewujudkan iklim oragnisasi yang positif atau menyenangkan karyawannya.
  1. Bagi Perusahaan
Tim manajemen sebagai tim pelaksana perusahaan sebaiknya menciptakan praktek-praktek kerja dan situasi kerja yang kondusif dan menyenangkan karyawannya. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan iklim organisasi tersebut yaitu memberikan kesempatan kepada karyawan untuk lebih maju, naik jabatan, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di perusahaan. Perusahaan sebaiknya meninjau dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.  Pelaksanaan usaha-usaha tersebut akan membuat karyawan merasa bahwa perusahaan memperlakukan mereka dengan baik dan memenuhi kebutuhan mereka sehingga tercipta iklim organisasi yang positif. Untuk peningkatan kualitas pelayanan, tim manajemen dapat menyelenggarakan kompetisi pelayanan, yaitu karyawan yang memberikan pelayanan terbaik dan konsisten menjalankan Six Steps Service akan diberikan reward. Kompetisi tersebut dapat membuat karyawan termotivasi untuk terus-menerus memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi kepada pelanggan dan pada akhirnya akan terbiasa untuk konsisten menjalankan standar kualitas pelayanan yang telah ditetapkan perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Adya, B., & Atep. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Armistead, C. G., & Clark, G. 1996. Customer Service and Support: Layanan dan Dukungan kepada Pelanggan, Penerapan Strategi yang Efektif. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Ashkanasy, N.M., Wilderom, C.P.M., & Peterson, M.F. 2000. Handbook of Organizational Climate. California: Sage.
Bienstock, C.C., DeMoranville, C.W., & Smith, R.K. 2003. Organizations Citizenship Behavior and Service Quality. Journal of Services Marketing, 7(4), 357-378.
Bowditch, J. L., & Buono, A. F. 1997. A Primer on Organizational Behavior. Fourth Edition. New York: John Willey & Sons.
Brown, S. P., & Leigh, T. W. 1996. A New Look at Psychological Climate and Its Relationship to Job Involvement, Effort, and Performance. Journal of Applied Psychology, 81(4), 358-368.
Coulter, K. S., & Coulter, R. A. 2002. Determinants of Trust In A Service Provider: The Moderating Role of Length of Relationship. Journal of Services Marketing,16(1), 35-50.
Davis, K., & Newstrom. 1994. Perilaku Dalam Organisasi. Alih Bahasa: Agus Dharma. Jilid Satu. Jakarta: Erlangga. 
http://errorcha.blogspot.com/2012/08/analisis-iklim-organisasi-di-cv-pranata.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FUNGSI DAN PERAN PEMDA


FUNGSI DAN PERAN PEMDA


Pemerintah selaku pemegang kekuasaan eksekutif dibedakan dalam dua pengertian yuridis, yakni:
  1. Selaku alat kelengkapan negara yang bertindak untuk dan atas nama negara yang kekuasaannya melekat pada kedudukan seorang kepala negara.
  2. Selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas penyelenggaraan pemerintahan atau selaku administrator negara (pejabat atau badan atas usaha negara)

Pemerintahan adalah berkenaan dengan sistem, fungsi, cara, perbuatan, kegiatan, urusan, atau tindakan memerintah yang dilakukan atau diselenggarakan atau dilaksanakan oleh pemerintah. Eksekutif adalah cabang kekuasaan dalam negara yang melaksanakan kebijakan publik (kenegaraan dan atau pemerintahan) melalui peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun atas inisiatif sendiri.
Administrasi (negara) adalah badan atau jabatan dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan mandiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan, baik di lapangan pengaturan maupun penyelenggaraan administrasi (negara).
Berkaitan hubungan antara pemerintahan dan administrasi negara, maka didalam organisasi modern sebagaimana negara dan perangkatnya, Max Weber mengintroduksi terminologi birokrasi dengan mengatakan sebagai berikut: (Dahl, 1994: 13).
Pemerintah tidak lain adalah yang berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara eksklusif berhak menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya dalam suatu batas wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan dibentuk birokrasi.

Tugas pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian, pembangunan menciptakan kemakmuran. Sedangkan Birokrasi itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Birokrasi patrimonial yang berfungsi berdasarkan nilai-nilai tradisional yang tidak memisahkan antara tugas, wewenang, dan tanggung jawab dinas dengan urusan pribadi pejabat.
  2. Birokrasi modern (rasional) dicirikan dengan adanya spesialisasi, hukum, pemisahan tugas dinas dan urusan pribadi.

Lebih jauh berkaitan dengan birokrasi publik di Indonesia, Miftah Thoha (Miftah Thoha, 2000: 4-5) memberikan catatan tentang restrukturisasi dan reposisi birokrasi publik. Sekurangnya terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek penegakan demokrasi, aspek perubahan sistem politik, dan aspek perkembangan teknologi informasi.
  1. Aspek Penegakan Demokrasi: Prinsip demokrasi yang paling urgen adalah meletakkan kekuasaan pada rakyat dan bukan pada penguasa. Oleh karena itu struktur kelembagaan pemerintah yang disebut birokrasi tidak dapat lepas dari kontrol rakyat. Wujud kekuasaan dan peran rakyat ialah bahwa pada setiap penyusunan birokrasi harus berdasarkan undang-undang. Berdasarkan undang-undang, rakyat terlibat dalam mendesain dan menetapkan lembaga-lembaga pemerintahan atau birokrasi di pusat maupun di daerah.
  2. Aspek Perubahan Sistem Politik: Era reformasi saat ini sungguh menghadapi persoalan kondisi mental, sikap dan perilaku politik warisan rezim terdahulu terutama dalam kerangka single majority Golongan Karya. Pada masa orde baru semua posisi jabatan dalam organisasi publik ditempati oleh kader-kader Golkar. Oleh karena itu tidak dapat dibedakan manakah yang “birokrat tulen” dan manakah “birokrat partisan” Struktur organisasi publik berkembang antara pejabat birokrasi dan pejabat politik. Semua organisasi pemerintah dikaburkan antara jabatan karier dan nonkarier, antara jabatan birokrasi dan jabatan politik.
  3. Aspek Perkembangan Teknologi Informasi: Kemajuan jaman dan perubahan global telah menjadikan cara kerja suatu birokrasi dengan menggunakan teknologi informasi. Cara demikian telah menciptakan “birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas” Berdasarkan kondisi demikian, maka tatanan organisasi akan berubah menjadi lebih pendek dan ramping. Sesuai dengan asas demokrasi, kewenangan birokrasi menjadi tidak hanya berada pada tataran penguasa melainkan tersebar dimana-mana (decentralized). Birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas telah menjadikan birokrasi tidak lagi secara tegas mengikuti garis hirarki. Struktur organisasi bersifat ad-hoc, komite, dan matrik akan menjadi model organisasi mendatang, yang sering disebut sebagai organisasi struktur logis (logical structure).

Menurut Max Weber (Dahl, 1994:13),
pemerintah tidak lain adalah yang berhasil menopang klaim bahwa perintahlah yang secara eksklusif berhak menggunakan kekuatan fisik untuk memaksakan aturan-aturannya dalam suatu batas wilayah tertentu. Sedangkan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan dibentuk birokrasi.
Sedangkan tugas pokok pemerintahan adalah pelayanan yang membuahkan kemandirian, pembangunan menciptakan kemakmuran
Pada suatu pemerintahan terdapat fungsi legislasi. Fungsi legislasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan atau pembuatan kebijakan. Mengacu pada pengertian ini, kewenangan legislasi sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh parlemen (DPR/DPRD), tetapi juga oleh institusi-institusi lain seperti eksekutif serta yudikatif. Akan tetapi kajian modul ini hanya akan berfokus pada peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam proses penyusunan Peraturan Daerah (Perda).
Sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2003 (tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), DPRD merupakan sebuah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota. Dalam UU nomor 32 tahun 2004 (tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan di daerah. Sebagai sebuah lembaga pemerintahan di daerah atau unsur penyelenggara pemerintahan di daerah, DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Untuk fungsi legislasi sendiri, terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan fungsi ini, antara lain:
  1. Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
  2. Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD

Fungsi legislasi dari DPRD adalah bersama-sama dengan Kepala Daerah membuat dan menetapkan Perda, yang berfungsi sebagai:
  1. Perda sebagai arah pembangunan
Sebagai kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan seluruh kebijakan publik yang dibuat termasuk didalamnya sebagai acuan daerah dalam menyusun program pembangunan daerah. Contoh konkritnya adalah Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) atau Rencana Strategik Daerah (RENSTRADA).
  1. Perda sebagai Arah Pemerintahan di Daerah
Sesuai dengan Tap MPR Nomor XI tahun 1998 serta UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, maka ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik (good governance). Dalam penerapan asas tersebut untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari KKN, maka asas-asas tersebut merupakan acuan dalam penyusunan Perda sebagai peraturan pelaksanaannya di daerah.
Fungsi penganggaran merupakan salah satu fungsi DPRD yang diwujudkan dengan menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bersama-sama pemerintah daerah. Dalam melaksanakan fungsi penganggaran tersebut DPRD harus terlibat secara aktif, proaktif, bukan reaktif, dan bukan hanya sebagai lembaga legitimasi usulan APBD yang diajukan pemerintah daerah.
Fungsi penganggaran memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, karena APBD yang dihasilkan oleh fungsi penganggaran DPRD memiliki fungsi sebagai berikut:
  1. APBD sebagai fungsi kebijakan fiskal
Sebagai cerminan kebijakan fiskal, APBD memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu:
a.       Fungsi alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran, mengurangi pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. APBD harus dialokasikan sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan.
b.      Fungsi distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jika fungsi distribusi APBD berjalan dengan baik, maka APBD dapat mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal.
c.       Fungsi stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa APBD merupakan alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
  1. APBD sebagai fungsi investasi daerah
Dalam pandangan manajemen keuangan daerah, APBD merupakan rencana investasi daerah yang dapat meningkatkan daya saing daerah dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, APBD harus disusun sebaik mungkin agar dapat menghasilkan efek ganda (multiplier effect) bagi peningkatan daya saing daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkesinambungan.
  1. APBD sebagai fungsi manajemen pemerintahan daerah
Sebagai fungsi manajemen pemerintahan daerah, APBD mempunyai fungsi sebagai pedoman kerja, alat pengendalian (control), dan alat ukur kinerja bagi pemerintah daerah. Dengan kata lain, dipandang dari sudut fungsi manajemen pemerintah daerah, APBD memiliki fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan. Dalam penjelasan PP Nomor 58/2005, fungsi perencanaan, otorisasi, dan pengawasan didefinisikan sebagai berikut:
    1. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
    2. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
    3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Uraian di atas memberikan gambaran jelas bahwa fungsi penganggaran memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan daerah. Selain itu, fungsi penganggaran yang baik mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pengawasan adalah mutlak diperlukan, sebab pengawasan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka upaya pencegahan. Jadi norma pengawasan harus benar-benar diatur secara rinci, sistematis, dan jelas, baik menyangkut instansi/pajabat pangawas, obyek pengawasan, prosedur (tata cara), koordinasi, persyaratan, dan akibat pengawasan.
Pengawasan terhadap kegiatan usaha ini sekurang-kurangnya meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu:
  1. Pemantauan penaatan (compliance monitoring).
  2. Pengamatan dan pemantauan lapangan.
  3. Evaluasi.

Paling tidak ada empat faktor yang menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi daerah menurut Bagir Manan (2002) yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah. Dikaitan dengan topik kajian ini yang, maka uraian berikut akan lebih menitik beratkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan.
Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama, urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara tertentu pula. Kedua, sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa, sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan sepihak oleh Pusat, sehingga dapat menimbulkan pengaruh pada keuangan daerah.
UU Nomor 22 Tahun 1999 sangat mengendorkan sistem pengawasan. Dalam Penjelasan Umum angka 10 menyatakan:
“… sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberi kebebasan kepada daerah otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.”
Karena itu peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Meniadakan syarat pengesahan (preventief toezicht) dapat menimbulkan masalah hukum yang rumit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH


George Edwards III (1980) mengungkapkan ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu:
  1. Komunikasi
  2. Sumber daya
  3. Disposisi atau perilaku
  4. Struktur Birokratik
Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi. keempat faktor tersebut saling mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan implementasi kebijakan.
Sementara menurut Maarse (1987), Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur organisasi.
Atas dasar hal tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu diperhatikan sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah. Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus diimplementasikan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

METODE PENELITIAN ADMINISTRASI NEGARA


Topik :
  • Birokrasi Pemerintahan: Kinerja, Efisiensi, Efektivitas, Hubungan birokrasi, Sikap Mental
  • SDM dan Birokrat;Sistem penempatan, Promosi
  • Manajemen Pembangunan
  • Rekayasa Pembangunan
  • Isu Otonomi
  • Program-program yang berkait dengan kebijakan;Proses Formulasinya, Implementasinya, Dampaknya,Evaluasinya
  • Sistem Penganggaran
  • Kualitas Perda
  • Diskresi
  • Sistem Staffing

Metode Penelitian
Apa dan mengapa perlu???

Metode Penelitian
suatu alat untuk menemukan kebenaran  dan mengakumulasikan pengetahuan yang dimanfaatkan bagi penyusunan suatu ilmu.

Rangkaian proses untuk memproduksi ilmu
Dalam proses tersebut ada prinsip-prinsip yang harus diikuti (metode penelitian)

Tanpa Metode Riset, berarti bukan ilmu, mungkin KNOWLEDGE
Apa contohnya ????

Ilmu dukun / metafisik
Meski di dalamnya ada pengetahuan-pengetahuan tetapi bukan ilmu
Sumber pengetahuan sendiri bisa bermacam-macam :
  • Orang yang dianggap punya kelebihan
  • Hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib / metafisik , Dll.
“ilmu adalah pengetahuan yang didalamnya ada teori yang diperoleh melalui serangkaian metodologi“.

ILMU atau SCIENCE, dibedakan menjadi :
  1. NATURAL SCIENCE
  2. SOCIAL SCIENCE

NATURAL SCIENCE
Melihat keteraturan-keteraturan yang bisa diamati dalam suatu gejala.  Karena keteraturan tersebut maka bisa dilihat kepastiannya. karenanya mengandung kepastian, seringkali disebut Ilmu Pasti



Karenanya mengandung kepastian, seringkali disebut Ilmu Pasti
§         Karena tingkat kepastian yang tinggi ,maka menjadi lebih mudah untuk mempelajari
§         Kemampuan memprediksi juga lebih mudah
§         Lebih mudah untuk dikontrol

Misal :
Pemberian pupuk pada tanaman
o       Jika tidak diberi pupuk maka diprediksikan  tanaman bisa dipastikan akan mati
o       Dalam hal ini kontrol terhadap pemupukan bisa dilakukan untuk mengantisipasi kematian pun bisa juga dilakukan. Yakni seberapa pupuk yang harus diberikan serta kapan waktu yang tepat
SOCIAL SCIENCE
  • Pengamatan atau observasinya tidak mudah
  • Kadang-kadang penuh dengan kepalsuan-kepalsuan Hawthorne Effect
  • Dengan demikian hasil pengamatan yang diperoleh tidak valid (optimal)
  • Susah dikontrol
  • Susah diprediksi
  • Karena obyeknya terkait dengan manusia, maka bersifat Complicated

Aliran dalam Science :
  • Kuantitatif
  • Kualitatif

KUANTITATIF
Lebih bahwa melihat obyek yang diteliti mempunyai hakekat sesuai dengan sesuai dengan natural science.
Memandang bahwa suatu gejala pasti berubah, mengikuti hukum-hukum alam.
Dan karena mengikuti hukum alam maka metode yang digunakan adalah:
Mentreatmen manusia seperti hukum alam.

Contoh :
Menghitung kemiskinan; dihitung orang miskinnya 1,2,3,4 dst. Dari sini dibuat perhitungan statistiknya.
Individu dianggap sama, dihitung seperti benda. Karena itu untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan memberikan bantuan yang sama.

KUALITATIF
Mentreatmen manusia tidak seperti hukum alam, tetapi satu persatu dengan meneliti dan masuk ke dalam diri obyek yang diteliti
  • Dengan kuantitatif, orang bisa melakukan prediksi, membuat koreksi. Tetapi kualitatif juga diperlukan untuk lebih memahami persoalan sehingga dapat dipecahkan. Ini yang hanya bisa diperoleh melalui kualitatif

Realitas ternyata mempunyai 2 jenis:
1. Realitas berdasarkan Persetujuan
2. Realitas berdasarkan Pengalaman/Empirik
Dalam Ilmu Pengetahuan, yang dibutuhkan adalah realitas empiris
a.       Tetapi realitas yang berdasarkan pengalaman/empirik inipun perlu diuji, melalui:
b.      harus ada dukungan
c.       Realitas tersebut harus logis
ARTINYA, Realitas tersebut harus Scientific

Dalam science, metode riset dikembangkan sebagai bentuk The Science of Knowing
·        Cara yang dilakukan adalah dengan The Way of Knowing, yang meliputi:
·        Latar Belakang Masalah
·        Perumusan Masalah
·        Tujuan Penelitian
·        Variabel
·        Hakekat Variabel
·        Metode yang cocok digunakan

Kesalahan-kesalahan yang sering kali dilakukan dalam memenuhi keingintahuan:
o       Observasi yang tidak mendalam
o       Over generalitation, Yang dilihat sedikit tetapi yang disimpulkan/ digeneralisasikan terlalu besar.
o       Selectively Observe, Mengobservasi hanya secara selektif saja
o       Misalnya yang hanya sesuai dengan pengalaman saja, sehingga ketika mau menyimpulkan sesuatu masih diragukan. Karena pengamatan yang hanya pada dilakukan pada bidang-bidang tertentu, ada preferensi tertentu terhadap bidang yang diteliti.
o       Make up Information, Mengarang dan menambah-nambahi yang tidak perlu.
o       Illogical Reasoning, Membuat-buat alasan tapi alasan tersebut tidak logis.
o       Resistant (Resistance), Ada ego atau keterlibatan ego dalam memahami orang lain.
Misal: ketika orang lain membicarakan sesuatu selalu saja menolak dan menganggap yang benar adalah apa yang diomongkan sendiri. Error akan terjadi kalau resistannya tinggi.

Menyusun proposal penelitian
Suatu proposal penelitian harus dimulai dengan topik
TOPIK : isu yang hendak kita bicarakan, isu yang menjadi pusat perhatian kita. Berbeda dengan,
JUDUL  : Kalimat yang kita pilih untuk merepresentasikan apa yang disebut Topik

Misal:
TOPIK
Kinerja pelayanan Publik yang makin buruk Atau merosotnya kinerja pelayanan public
JUDUL
Studi tentang kinerja birokrat di kabupaten A
Jadi dalam judul sudah ada muatan lokasi, kadang-kadang tahun, Sehingga sudah lebih rinci

Latar Belakang
  • Apa yang mendorong atau melatarbelakangi kita melakukan penelitian
  • Alasan yang mendorong ketertarikan seseorang
Berkaitan dengan apa yang mendorong bisa dilihat secara:
  1. Khusus  atau Teoritis
  2. Praktis

TEORITIS
Misal:
·        upaya-upaya peneliti dalam melihat kinerja nampaknya belum optimal, belum menyeluruh, belum tuntas dsb.
Misalnya :
·        Ada yang mengatakan kinerja ditentukan oleh lingkungan.
·        Ada yang mengatakan kinerja ditentukan oleh hubungan.
·        Jadi mestinya peneliti melihat ada Gap-Gap Teoritis yang semua nya belum tertangkap dalam permukaan.

Mengungkapkan gap-gap teoritis
Peneliti harus tahu bahwa ada hal yang  luput dari peneliti-peneliti lain. Akhirnya peneliti tahu bahwa dalam kinerja harus ada the right man on the right place. Karena itu peneliti kemudian menambahkan variabel baru.
Latar belakang, harus ada alasan untuk untuk mengisi Gap-Gap teoritis tersebut.

Alasan Praktis
Misal :
  • Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah

Dalam praktek ada banyak contoh semakin banyak kebijakan dilakukan untuk menuntaskan kemiskinan, tetapi kemiskinan tidak teratasi
Sehingga alasan praktis penelitiannya diarahkan pada upaya pemecahan masalah

Pertimbangan Pemilihan Masalah

a.      Pertimbangan yang tidak termasuk kawasan kriteria ilmiah:
  1. Minat dan Kepentingan penelitian
  2. Kepentingan Umum/masyarakat
  3. Resistensi Sosial,kultural dan Idiologis
b.      Pertimbangan yang termasuk kawasan ilmiah:
  1. Dapat ditelaah secara ilmiah
  2. Signifikansi/kebermaknaan masalah yang diteliti
  3. Kelayakan metodologi
Sehingga MASALAH , harus menunjukkan:
  • Masalahnya dapat diteliti
  • Masalahnya baru dan penting
  • Masalahnya memenuhi persyaratan teknis metodologis
Dari mana saja kita bisa mengambil masalah?
Dari mana kita bisa memulai penelitian?


1.1.      Ada perubahan/penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan
Pengembangan Interpreneurship dalam instansi publik
Apa yang menyebabkan instansi publik juga harus mengembangkan interpreneurship?
·         SIMPEG
Mengapa untuk mendata dan menyusun    informasi kepegawaian , instansi harus beralih ke SIMPEG yang modern?

1.2.      Ada penyimpangan antara perencanaan dengan kenyataan
Rencana/tujuan sudah ditetapkan tetapi kenyataan tidak tercapai
·         Pelaksanaan Diklat Analis Fungsional Kepegawaian direncanakan/ditargetkan akan meningkatkan kinerja pelayanan kepada PNS. Ternyata hasilnya masih banyak PNS yang mengeluhkan pelayanan yang diberikan BKN/BKD
·         Askeskin diberikan dengan tujuan masyarakat miskin bisa menerima akses pelayanan kesehatan di semua rumah sakit pemerintah atau yang ditunjuk.
Kenyataan tidak semua yang memegang Askeskin bisa dikelompokkan dalam kelompok miskin atau
Ternyata masih ditemui perbedaan perilaku pegawai RS terhadap pemegang kartu Askeskin

1.3.      Karena ada Pengaduan
·         Banyaknya orang yang menulis di surat kabar/media tentang  kelambanan pelayanan PDAM Surabaya dalam menanggapi keluhan pelanggan
·         Keluhan publik terhadap pungutan liar di BPN

1.4.   Kompetisi
·         Dahulu RS yang menerima pasien peserta Askes adalah RS milik pemerintah, sekarang ini beberapa RS Swasta juga menerima pasien Askes, karenanya untuk kinerja RS harus mampu bersaing dengan kinerja RS Swasta
·         Untuk dapat menerima akses transportasi darat (bis) publik tidak hanya mengandalkan Damri, karenanya Dishub duharuskan untuk bisa bersaing dengan armada swasta lainnya.

Faisal (1995) menambahkan masalah dapat ditemukan dari:
·         Pengalaman lingkungan suatu pekerjaan atau profesi
Misal: setiap hari berhubungan dengan pelayanan , sosial untuk para gelandangan dan pengemis, bisa memunculkan persoalan-persoalan , misal mengapa mereka sampai menjadi gelandangan, mengapa meskipun sudah diberi pembekalan Life Skill masih memilih menjadi gelandangan. Dll.



1.5.      Dari Teori
Teori Kemiskinan , muncul Konsep Kemiskinan Struktural, yakni orang yang miskin karena keterbatasan aksesnya terhadap fasilitas/prosedur/struktur kepemilikan sumber-sumber kekayaan.
-         Maka logisnya orang bisa terangkat dari kemiskinan struktural jika diputus struktur yang menghambatnya.
-         Ini masih menyisakan pertanyaan apakah selalu demikian?
-         Ternyata walau sudah diputus strukturnya orang masih miskin?

1.6.   Dari Laporan Penelitian
·         Kemungkinan persoalan-persoalan yang masih muncul , atau yang belum tertangkap dalam sebuah laporan penelitian, termasuk aspek metodologinya yang diubah/disesuaikan, misal populasinya diubah, sampelnya diperbanyak, settingnya diubah dll.

1.7.   Kebijakan
·         UU No 32 /2004 dimaksudkan agar daerah bisa dengan mengelola pemerintahannya sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah, sehingga semua daerah bisa maju dan mempercepat tujuan nasional
·         Masih adakah masalah-masalah yang muncul di seputar otonomi daerah?

Bentuk-bentuk masalah Penelitian:
  1. Permasalahan Deskriptif
  2. Permasalahan Komparatif
  3. Permasalahan Asosiatif

Permasalahan Deskriptif
  • Berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel (satu atau lebih)
  • Keberadaan variabel, maka tidak bermaksud untuk membandingkan dengan variabel yang lain, atau mencari hubungan dengan variabel lain
Contoh:
Bagaimana kinerja pelayanan pegawai setelah diterapkannya Pelayanan Satu atap di kantor SAMSAT  Surabaya?
Bagaimana efektivitas BOS di ……………?

Permasalahan Komparatif
Permasalahan penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel  atau lebih pada satu atau lebih atau sampel yang berbeda
Contoh:
·        Adakah perbedaan prestasi pegawai yang berasal dari desa dengan kota ? (1V,2S)
·        Adakah perbedaan kemampuan dan loyalitas  antara PNS dengan BUMN (2V,2S)
·        Adakah perbedaan kualitas pelayanan  RS Pemerintah dengan RS Swasta ?




Permasalahan Asosiatif
Permasalahan bersifat hubungan 2 variabel atau lebih, meliputi:
  1. Hubungan Simetris
  2. Hubungan Kausal
  3. Hubungan timbal balik


Hubungan Simetris
  • Hubungan 2 variabel/lebih yang munculnya bersama
Contoh:
Adakah hubungan antara pengalaman pegawai dengan pendidikan pegawai
(dalam arti bahwa yang menyebabakan pendidikan pegawai BUKAN pengalaman)

Hubungan Kausal
  • Hubungan sebab akibat
  • Ada variabel independent dan variabel dependent
Contoh:
Adakah pengaruh insentif terhadap kedisiplinan pegawai di…?
Adakah pengaruh sosialisasi SPMB terhadap peningkatan jumlah mahasiswa di …?

Hubungan Interaktif/timbal balik
  • Hubungan yang saling mempengaruhi
  • Tidak diketahui posisi variabel yang menjadi dependent dengan yang independent
Contoh:
Adakah hubungan antara prestasi pegawai dengan motivasi pegawai
Dalam hal ini diartikan prestasi mempengaruhi  motivasi sebaliknya juga motivasi  mempengaruhi prestasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS