Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Saya lahir di Kota Yogyakarta, namun sekarang saya bertempat tinggal di Wamena - Papua. Saya sedang menyelesaikan kuliah saya di jurusan Administrasi Negara, selain itu saya juga bekerja di perusahaan yang bergerak di Supplier IT Equipment yaitu CV. PRANATA.
Salam Manis, Riefa.
Sendiri di satu pagi memandang cerahnya hari dengan udara
yang sejuk. Membuatku selalu berfikir, mengapa seindah ini dunia yang Engkkau
ciptakan bagi kami. Membuatku selalu bertanya, apa yang Engkau harapkan ketika
mencipta aku dan semua keindahan ini. Satu hal yang sangat tidak kupahami
tetapi menjadikanku dengan tulusnya menyatakan bahwa ternyata Engkau sangat
mencintaiku.
Suatu hal yang indah yang telah kuperoleh dari Mu. Tetapi apa
balasku, aku bahkan lalai dengan apa yang Engkau tugaskan padaku. Lalai saja
tidak cukup, bahkan aku melakukan hal hal yang Engkau larang melalui kitab dan
rasul Mu. Sungguh apa yang bisa kukatakan mengenai semua ini, semua menjadi
sebuah tuak yang menghinakan aku.
Aku ingin hidup seribu tahun lamanya agar aku bisa
memperbaiki semua kelakuanku selama ini. Tetapi apakah itu bisa menjamin bahwa
diriku tidak akan kembali melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya, untuk
ketiga kalinya atau bahkan untuk kesekian kalinya. Sama sekali tidak menjamin,
karena aku hanyalah seorang manusia tempatnya dosa dan kesalahan.
Malu sekali diriku ketika melakukan kesalahan, kemudian
bersimpuh di malam Mu tetapi keesokan harinya aku melakukan kesalahan yang
sama. Teramat sangat malu diriku untuk kembali meminta maaf Mu, sehingga diriku
menjadi salah satu manusia yang tergolong munafik. Aku selalu bilang aku sudah
melakukan apa yang Engkau perintahkan tetapi aku sendiri tak tahu apa itu
kulakukan karena cintaku kepada Mu atau hanya kulakukan sebagai kewajibanku
saja. Sungguh hinanya diriku ya Rabb.
Ya Rabb berilah aku sedikit kekuatan untuk menangkal godaan
makhluk Mu yang selalu mengajakku ke dalam kebathilan. Bantulah aku agar bisa
bersanding dengan umat umat Rasul Mu di surga yang telah Engkau sediakan untuk
beliau. Tambahkanlah rasa cinta ku kepada Mu ya Rabb agar aku dapat selalu
melakukan apa pun yang Engkau perintahkan kepadaku. Agar aku senantiasa
beribadah karena kecintaanku kepada Mu.
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang
mempelajari dan menetapkan kodrat suatu jenis ilmu pengetahuan serta dasar
pembentukannya. Di samping itu, menjelaskan pertanggungjawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat ilmu pengetahuan itu sendiri. Sasaran
utama materi/content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada
pertanyaan bagaimana sesuatu itu dating, bagaimana untuk mengetahuinya, dan
bagaimana membedakan antara satu dengan yang lainnya.
B.Objektivisme
Administrasi
Berpikir opriori dalam ilmu administrasi merupakan
salah satu kajian dari konsep objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme
yang dalam perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam
bidang ilmu administrasi.Pertama,
kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua, kesadaran
bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objekadministrasi.Ketiga, penahanan terhadap hubungan yang
terjadi antarberbagai entitas, baik perbedaan maupu persamaannya.
C.Subjektivisme Administrasi
Cara memandang
kebenaran yang dikandung dalam nilai-nilai administrasi senantiasa dilihat
secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami administrasi itu
sesungguhnya
D.Skeptisisme
Administrasi
Administrasi adalah
suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamnya diletakkan pada
pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian dari
filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: (1) pemikiran bersifat
spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dan
tindakan administrasi, (2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap
kondisi objektif administrasi, (3) menentukan batas-batas jangkauan dan
keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang administrasi, (4) melakukan
penyelidikan tentang kondisi krisis akibat dari pengandaian atau pernyataan
yang diajukan oleh berbagai pemikir ilmu lainnya, (5) administrasi merupakan
salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat
dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.
Skeptisisme adalah
suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak
terpenuhinya sesuai yang diinginkan.
E.Etika dan Moralitas Administrasi
Etika Administrasi
Etika administrasi dapat memberikan sumbangan dalam
usaha mendapatkan suatu pemahaman, penglihatan, dan pandangan yang tajam
terhadap suatu realita yang harus dihadapi dalam rangka mengimplementasikan
berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi, terutama menghadapi
permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Etika administrasi berangkat dari
berpikir secara baik dan benar sampai kepada tindakan atau perbuatan yang baik
dan benar pula. Etika ilmu administrasi bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan
aturan dalam suatu kehidupan komunitas masyarakat manusia tertentu antara satu
sama lain, mengalami perkembangan dengan berbarengan.
Moralitas Administrasi
Moralitas cenderung merupakan produk dari kematangan
jiwa seorang manusia, sedangkan etika cenderung lebih mengarah pada produk
rekayasa untuk menciptakan pengaturan dan keteraturan hidup manusia. Oleh sebab
itu, dalam rangka pelaksanaan aktivitas admnistrasi, baik wujud dari pemikiran
(mind) maupun wujud
dari profesi, membutuhkan landasan moralitas yang baik.
F.Konseptual Administrasi
Ilmu administrasi
merupakan kumpulan atau akumulasi dari berbagai jenis konsep dengan sasaran
utamanya menarasi nalar manusia, sehingga di dapat suatu gambaran yang luas
jangkauannya dalam kesadaran keilmuwan. Konseptual administrasi merupakan suatu
simbol bagi sekumpulan kenyataan yang sifatnya konkret perseptual yang lumayan
banyak jumlahnya.
Konsep ilmu administrasi merupakan produk dari suatu
kesadaran yang sifatnya sangat fundamental dan terdiri atas dua jenis.Pertama, kesadaran yang berkaitan dengan content
atau objek, dan kedua, keasdaran yang berkaitan dengan kegiatan atau kenyataan.
Konsep dalam ilmu administrasi cenderung merupakan
pemikiran yang didasarkan kepada perceptual dengan pembuktiannya untuk
melahirkan suatu jangkauan yang lebih luas, yang diistilahkan dengan teori
Berbicara tentang birokrasi Indonesia
tentunya kita harus jujur bahwa birokrasi kita bak penyakit kanker stadium
4 (empat). Setidaknya ini yang disampaikan oleh Wakil Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo dalam
Kompas.com (27/2/12). Dengan melihat fakta dan realita di lapangan mestinya
kita memang tidak bisa bohong, inilah wajah birokrat kita, mulai dari istilah
penyakit budaya Korupsi, pungli (pungutan liar), rekening gendung
birokrat muda, nepotisme dalam birokrasi, birokrasi amplop, birokrasi mal
praktek, tukang bolos, uang plicin, berbelit-belit, tidak transparan,
lamban dan lain sebagainya.
Prinsip dasar dan karakteristik
birokrasi yang digagas Max Weber (Max Weber; 1946) pertama kali seperti kerja yang
ketat pada peraturan, jabatan yang hirarki, kaku dan sederhana, berdasarkan
logika, tersentralistis, spesialisasi, terstruktur tanpa pandang bulu, dan lain
sebagianya. Ternyata prinsip ideal yang dikemukakan Weber ini tidak mampu
memperhatikan aspek manusia itu sendiri dalam birokrasi. Padahal efektivitas dan efisiensi birokrasi
sangat dipengaruhi oleh etika dan moralitas dari pegawainya.
Pengaruh nilai dan praktek pemerintah kolonial
Belanda juga masih berpengaruh sampai sekarang, bagaimana turunan mental
korupsi dan feodalisme masih terasa sampai sekarang di dalam tubuh birokrasi
kita. Dalam sejarah kita percaya bahwa akibat runtuhnya perusahaan dagang
Hindia Belanda, VOC (Veneredgede Oost Indesche Compagnie) pengaruh yang paling
besar adalah akibat korupsi para pejabatnya, nah inilah yang mungkin
kita rasakan ketika para pejabat publik kita saat ini yang sangat gemar
melakukan praktek penyelewangan ini. Begitu juga budaya feodal yang masih
kental terasa dalam elit birokrasi kita, adanya jenjang kelas yang harus
dilalului dalam proses pelayanan publik, ada kelompok atau individu yang
dipandang memiliki tingkat sosial yang lebih tinggi, adanya gila hormat
di kalangan para petinggi birokrat, birokrasi itu abdi-dalem dan dalam strata
sosial rakyat tak lebih adalah wong cilik.
Kita juga merasakan ketika para
administrator publik melakukan praktek pelayanan publik yang kaku, rumit,
berbelit-belit, sangat hirarki adalah cerminan pengaruh pemerintahan hindia
belanda. Kita lihat saja KUHP yang kita pakai sekarang adalah produk Belanda.
Atau pemberlakuan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atau pajak lainya sebenarnya
itu juga adalah warisan Belanda yang dahulu disebut pajak sewa tanah. Namun
terlepas dari pengaruh penjajahan tersebut, tentunya kita harus mampu bangkit setelah
puluhan tahun kita terlepas dari belenggu penjajahan. Reformasi Birokrasi yang
digembor-gemborkan dan dilakukan selama ini pasca reformasi ternyata belum
mampu menghasilkan birokrasi yang bersih dan baik. Ini terbukti ketika sekarang
masih saja kita terbelenggu oleh jeratan dan budaya korupsi yang semakin
bervariasi dan kreatif.
Wajah Kelam Birokrasi Indonesia
Kerja yang lamban, kaku,
tertutup, dan koruptif masih melingkupi birokrasi di Indonesia. Persoalan birokrasi
di Indonesia
sekarang ini ibarat gajah di pelupuk mata yang tidak kelihatan. Karena saking
kusutnya, bangsa ini sendiri tidak bisa lagi mengenal, sebelum orang lain
mengingatkannya. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC)
menyebut kinerja birokrasi Indonesia
merupakan yang terburuk kedua di Asia setelah India, adalah salah satu contohnya.
Buruknya pelayanan birokrasi ini
sesungguhnya sudah merupakan penyakit menahun di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru
hingga Reformasi, berulangkali pemantau internasional menobatkan negeri ini
dengan prestasi buruk, namun kinerja aparatur penyelenggara negara itu
bergeming sedikit pun. Tidak hanya uang negara yang habis untuk membayar upah
para pegawai negara itu, harga diri Indonesia juga tercoreng di mata
dunia karena ulah para birokrat yang tak becus itu.
Permasalahan birokrasi Indonesia
saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi, semangat
kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah, kurangnya
pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya, lemahnya fungsi koordinasi,
organisasi birokrasi yang sangat gemuk, masih tingginya budaya korupsi, dan
pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.
Sedikit kilas balik birokrasi Indonesia.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, sudah dikenal konsep
birokrasi serta pembagian tugas. Namun demikian, raja masih dianggap yang
paling berkuasa dan menentukan.
Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, seseorang dapat menduduki jabatan pegawai pemerintahan Hindia Belanda
harus menjalani magang (pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi
atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi hubungan patron-klien, di mana
para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai pegawai, bila perlu
mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang modern, yakni Indonesia
pasca proklamasi, birokrasi menjadi suatu organisasi atau institusi yang
penting. Penting karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau
lembaga yang paling penting untuk membentuk negara adalah pemerintah, sedangkan
personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Selanjutnya era Orde Baru, birokrasi memainkan
peranan yang sangat sentral. Karena dominannya peran birokrasi, maka
partisipasi masyarakat terasa kurang berakar atau menjadi “pelengkap” saja. Akibatnya,
segala sesuatu saat itu terkesan lamban, kaku, dan tertutup.
Di era reformasi, demokrasi yang
merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan di seluruh dunia mulai tumbuh
di Indonesia.
Seiring dengan itu, birokrasi yang memiliki berbagai macam dasar moral di
dalamnya, seperti keyakinan akan nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia,
adanya aturan hukum yang pasti, asas musyawarah, dan prinsip perbaikan juga
mulai tumbuh.
Namun, sifat-sifat dan pemahaman
negatif di zaman sebelumnya, seperti lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih
tetap tertinggal. Buktinya, seperti disebutkan di atas, birokrasi Indonesia ditempatkan oleh survei PERC sebagai
yang terburuk kedua di Asia. Indikasi buruknya
birokrasi di Indonesia ini juga ditemukan IFC (International Finance
Corporation), terutama dalam kemudahan berusaha seperti membuka usaha,
mendaftarkan properti, mengakses pinjaman, pembayaran pajak, hingga kepatutan
terhadap kontrak kerja.
Menurut PERC, birokrasi di Indonesia tidak
efektif, berbelit-belit, dan rawan korupsi. Secara keseluruhan, hasil survei
itu menunjukkan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan sistem birokrasi
yang paling efisien di Asia. Kemudian
berturut-turut di bawahnya, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Malaysia,
China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan India.
Kegagalan tersebut menurut PERC,
selain Indonesia belum bisa meningkatkan efisiensi birokrasi, juga kegagalan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menggulirkan reformasi birokrasi yang
harus dibayar mahal dengan pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Menanggapi predikat tersebut
pemerintah sendiri mengakui telah gagal mereformasi birokrasi. Bahkan, Menteri
Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemangkasan birokrasi dan revisi UU No
32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dari segi ekonomi, pengamat ilmu
administrasi negara yang juga guru besar FISIP UI Eko Prasodjo seperti
dilaporkan harian Media Indonesia (10/6/2010) memperkirakan, Indonesia
mengalami kerugian sekitar 30% dari APBN dan APBD setiap tahun akibat buruknya
manajemen birokrasi. Dia mengaku tidak heran pada hasil survei PERC tersebut.
Pendapat lebih tegas disampaikan
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, semua presiden Indonesia gagal mereformasi birokrasi. “Semua
presiden gagal menepati janjinya dalam memperbaiki birokrasi,” ujarnya.
Kegagalan tersebut menurutnya, karena instansi-instansi yang ada masih
terbelenggu masa lalu.
Melihat persoalan birokrasi sekarang ini, maka
jika birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk kepentingan rakyat
berfungsi baik, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun
posisi itu tidak dapat sepenuhnya dicapai, paling tidak birokrasi semestinya
mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum
yang lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat”.
Sejalan dengan itu, Indonesia harus membangun
birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena
birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya.
Dengan hasil survei PERC baru-baru ini, bangsa ini pun diharapkan bisa
tersadarkan bahwa penyakit menahun itu masih ada di hadapan dan perlu
pengobatan.
Rekomendasi
Indonesia harus membangun
birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena
birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya.
Moralitas birokrasi pemerintahan
merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan penyelenggaraan
pemerintahan dan untuk menjaga citra birokrasi agar birokrasi pemerintahan
terus mendapat kepercayaan dari masyarakat. Pejabat pemerintah dalam
menjalankan pekerjaannya seharusnya sesuai dengan etika jabatannya
masing-masing dan mempunyai kewajiban serta tanggung jawab moral kepada
masyarakat.
Hal yang perlu dilakukan untuk
memberantas korupsi antara lain adanya komponen-komponen yang berfungsi sebagai
pengawas atau pengontrol, sehingga ada proses check and
balance. Masyarakat seharusnya ikut berpartisipasi dalam upaya
pemberantasan korupsi. Kemudian perlu adanya perampingan birokrasi agar
birokrasi lebih efektif dan efisien serta untuk mencegah bertambahnya pegawai
yang melakukan korupsi.
Perlu adanya peningkatan
pemberian pelayanan publik kepada masyarakat terutama kepada masyarakat miskin
melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan yang tegas dari semua
instansi/lembaga terkait termasuk lembaga penegak hukum.
Dalam perumusan kebijakan,
pejabat administrasi negara perlu untuk lebih memperhatikan kepentingan umum (public
interest). Pemerintah seharusnya terus melakukan reformasi birokrasi
dengan menerapkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam
penyelenggaraan pemerintahan agar birokrasi pemerintahan di Indonesia lebih akuntabel,
transparan, responsive, efektif dan efisien.
Dan hal yang terpenting adalah
mewujudkan reformasi birokrasi oleh segenap elemen negara, terutama
mengutamakan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum,
strategi pembangunan ekonomi dan pembanguna politik secara tulus dan penuh
kesadaran dari setiap individu.
Sebelum membahas
jauh tentang proses AMDAL, terlebih dahulu penulis akan pembahas definisi
daripada AMDAL.
A.Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi
kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan).
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi
kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. (diambil dari http://www.amdal.intakindo.org/standar/intaki.php?id=content_amdal_1.txt
pada tanggal 28 Juni 2013 jam 19:15 WIT).
B.DASAR HUKUM AMDAL
Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket
keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman
penentuan dampak besar dan penting. (diambil pada tanggal 1 Juli 2013 jam 19:26
dari http://cigasnugroho.blogspot.com/2012/11/analisa-mengenai-dampak-lingkungan-amdal.html).
C.MAKSUD DAN TUJUAN AMDAL
Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Itu tujuan
langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh
berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal
pembangunan. Tertinggi (jangka panjang) Tujuan AMDAL adalah untuk mempromosikan
pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak
merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan
penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.
Tujuan langsung AMDAL adalah untuk:
1.Memperbaiki
desain lingkungan proposal;
2.Memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan
tepat dan efisien;
3.Mengidentifikasi
langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal; dan
4.Informasi memfasilitasi pengambilan
keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapkan
usulan tersebut.
Tujuan jangka panjang AMDAL adalah untuk:
Melindungi kesehatan dan keselamatan manusia;
Menghindari perubahan ireversibel dan kerusakan serius
terhadap lingkungan;
Menjaga
sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem;
Meningkatkan aspek-aspek sosial dari proposal.
D.MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL dapat langsung, seperti peningkatan desain atau lokasi
proyek, atau tidak langsung, seperti kualitas yang lebih baik AMDAL bekerja
atau mengangkat kesadaran lingkungan dari personil yang terlibat dalam proyek. Dalam
kasus ini, akan ada dengan aliran-on efek di masa depan mereka bekerja. Seperti
disebutkan di atas, potensi ini AMDAL meningkatkan keuntungan dari proses
sebelumnya diterapkan dalam proses desain.
Secara
umum manfaat AMDAL meliputi:
Lingkungan yang lebih baik perencanaan dan perancangan dari sebuah
proposal. Melaksanakan AMDAL memerlukan sebuah analisis alternatif dalam
desain dan lokasi proyek. Hal ini dapat mengakibatkan pemilihan teknologi
yang diperbaiki, yang menurunkan output limbah atau lingkungan lokasi
optimal untuk sebuah proyek. Sebuah proyek yang dirancang dengan baik
dapat meminimalkan risiko dan dampak terhadap lingkungan dan orang-orang,
dan dengan demikian menghindari biaya perbaikan yang terkait perlakuan
atau kompensasi atas kerusakan.
Memastikan kepatuhan dengan standar
lingkungan. Standar lingkungan Kepatuhan mengurangi kerusakan lingkungan
dan gangguan kepada masyarakat. Ini juga menghindari kemungkinan sanksi,
denda dan hilangnya kepercayaan dan kredibilitas.
Tabungan modal dan biaya operasi. AMDAL dapat menghindari biaya
yang tidak semestinya dampak tak terduga. Ini dapat meningkat jika masalah
lingkungan belum dianggap dari proposal awal desain dan memerlukan
perbaikan kemudian. Sebuah 'mengantisipasi dan menghindari pendekatan yang
jauh lebih murah daripada' bereaksi dan menyembuhkan. Umumnya, perubahan
yang harus dilakukan di akhir siklus proyek yang paling mahal.
E.TANGGUNGJAWAB PELAKSANAAN AMDAL
Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan
AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
F.JENIS-JENIS AMDAL TUNGGAL
Jenis-jenis
AMDAL tunggal adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan
pembinaannya di bawah satu instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
AMDAL.
TERPADU/MULTISEKTORAL
adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha/kegiatan terpadu
yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan lebih dari 1 instansi yang
membidangi kegiatan tersebutKriteria kegiatan terpadu meliputi : berbagai
usaha/kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam perencanaan dan proses
produksinya Usaha dan kegiatan tersebut berada dalam satu kesatuan hamparan
ekosistem AMDAL KAWASAN adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting
usaha/kegiatan yang direncanakan terhadap LH dalam satu kesatuan hamparan
ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan RT RW yang ada.
G.AMDAL DAN PERIJINAN
Agar supaya
pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan ,
pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau kegiatan.
Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan
baru akan diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha
dan/ atau kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi
bagian dari ketentuan ijin.
Pasal 22
PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur)
memberikan keputusan tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi
menyimpulkan tidak layak lingkungan.Keputusan tidak layak lingkungan harus
diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha.Apabila pejabat
yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak
lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan
tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman
sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi
pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin
ataupun sanksi pidana.
H. AMDAL DAN AUDIT LINGKUNGAN
HIDUP WAJIB
Bagi
kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan
hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan
perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa
dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan
Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30
tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan
yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan
kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan
kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan
yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan
audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan
yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang
Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela
bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan
pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian
dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa
karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan
lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam
dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat
bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan
hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain
adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000,
dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi
industri/bisnis, dan lainnya. (diambil
pada tanggal 01 Juli 2013 jam 09:36 dari http://vraymozeart.blogspot.com/2013/01/amdal-ukl-dan-upl.html).
J.PROSES AMDAL
Dalam situs blogger, Secara garis besar proses AMDAL
mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
üMengidentifikasi
dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
üMenguraikan rona lingkungan awal
üMemprediksi dampak penting
üMengevaluasi dampak penting dan merumuskan
arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen
yang dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
üDokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan (KA-ANDAL)
Sementara
dalam situs BPLHDJABAR mengatakan bahwa prosedur AMDAL terdiri dari:
1.Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
2.Proses
pengumuman
3.Proses
pelingkupan (sopping)
4.Penyusunan
dan penilaian KA-ANDAL
5.Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
6.Persetujuan Kelayakan Lingkungan
1.PROSES PENAPISAN
Proses
penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses
untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan
apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat
dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
2.PROSES
PENGUMUMAN
Setiap
rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana
kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL.
Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa
kegiatan.
Tata
cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan
tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
3.PROSES PELINGKUPAN
Pelingkupan
merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan
mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana
kegiatan.
Tujuan
pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak
penting terhadap Iingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan
lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang
dikaji. Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan
masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
4.PROSES
PENYUSUNAN DAN PENILAIAN KA-ANDAL
Setelah
KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi
Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal
penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
5.PROSES
PENYUSUNAN DAN PENILAIAN ANDAL, RKL, DAN RPL
Penyusunan
ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah
disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa
dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di
luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya. (diambil dari http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/current-users/199-bagaimana-prosedur-amdal
pada tanggal 1 Juli 2013 jam 10:39 WIT).
Adapun
proses daripada AMDAL dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 1.1
Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
BAB II
KEGUNAAN AMDAL
A.KEGUNAAN AMDAL
Bagi
Pemerintah
Membantu
pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan
pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan
dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan
kesehatan masyarakat. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap
perencanaan rinci pada suatu kegiatan Pembangunan.Sebagai pedoman dalam
pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
Bagi Pemrakarsa
Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul
di masa yang akan dating dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai
akibat adanya kegiatan suatupembangunan. Sebagai pedoman untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkunganSebagai bahan penguji secara komprehensif
dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui
kekurangannya.
Bagi
Masyarakat
Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan
terjadi atas rencana kegiatan suatu pembangunan.Memberikan informasi mengenai
kegiatan Pembangunan Industri , sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan
diri agar dapat terlibat dalam kegiatan tersebut.Memberi informasi tentang
perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak
positif dan menghindarkan dampak negatif.Sebagai bahan pertimbangan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.
BAB III
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM AMDAL
A.PIHAK YANG TERLIBAT DALAM AMDAL
Dalam situs blogger dapat dikutip teori bahwa Pihak-pihak yang terlibat
dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang
berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas
menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan
Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola
lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah
lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan
terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan
Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Pemrakarsa adalah
orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang
terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan
alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh
sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh
nilai-nilai atau norma yang dipercaya.
Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat
dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. (diambil pada tanggal 1 Juli 2013
jam 10:05 WIT dari
http://pipitsusana.blogspot.com.au/2013/05/pihak-pihak-yang-terlibat-dalam-amdal.html)
B.DASAR PELAKSANAAN AMDAL
Pada
pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter
lingkungan yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
a.Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain: Iklim
dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air
Permukaan;
b.Komponen Biotis antara lain : Flora,
Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut;
c.Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara
lain: Sosial Ekonomi, Sosial Budaya;
d.Komponen
Kesehatan Masyarakat antara lain: Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat.
C.PERUNDANG-UNDANGAN DAN PERATURAN
Perundang-undangan
yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) antara lain :
a.Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok
Agraria.
b.Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem (Lembaran Negara RI
Tahun 1990 No. 49 Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara No 3419).
c.Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman
d.Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
e.Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Tambahan
Lembaran Negara No 3501).
f.Undang-UndangRI No. 5 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan United Nations Conventation On Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati
g.Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68 Tambahan Lembaran
Negara No. 3699).
h.Undang-Undang RI No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah
i.Undang-UndangRI No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan.
Adapu Peraturan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain:
a.Peraturan PemerintahRI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata
Pengaturan Air.
b.Peraturan PemerintahRI No. 28 Tahun 1985 Tentang
Perlindungan Hutan.
c.Peraturan PemerintahRI No 35 Tahun 1991 Tentang
Sungai.
d.Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang.
e.Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah untuk Penggantian.
f.Peraturan PemerintahRI No. 27 Tahun 1999 Tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 No. 59 Tambahan Lembaran Negara No.3838).
g.Peraturan PemerintahRI No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
h.Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pembangunan
i.Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Beberapa keputusan pemerintah yang terkait dengan
pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain:
2)Keputusan PresidenRI No 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
3)Keputusan PresidenRI No 75 Tahun 1990 Tentang
Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
4)Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang
Pengadaan Tanah Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
5)Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. 02/MENKLH/1988 tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
6)Keputusan Menteri PU.No 45/PRT/1990 tentang
Pengendalian Mutu Air pada Sumber-sumber Air.
7)Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-30/MENLH /7/1992 tentang Panduan Pelingkupan untuk Penyusunan Kerangka
Acuan ANDAL.
8)Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 056/1994
tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
9)Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
103.K/008/M.PE/1994 tentang Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan dalam Bidang Pertambangan dan
Energi.
10)Keputusan
Menteri PU. No 58/KPTS/1995 Petunjuk Tata Laksana AMDAL Bidang Pekerjaan Umum.
11)Keputusan
Menteri PU.No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan RPL,
Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
12)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH /3/1995 tentang Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak.
13)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/ 10/1996 tentang Kriteria
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan
C Jenis Lepas di Daratan.
14)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Mutu
Tingkat Kebisingan.
15)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/ 11/1996 tentang Baku Tingkat
Getaran.
16)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-50/MENLH /11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebauan.
17)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar
Pencemar Udara.
18)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENLH /1/1998 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.
19)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
20)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis
Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
21)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan
Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
22)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik.
23)Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai
Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke
Air atau Sumber Air.
24)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.
25)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-299/11/1996 tentang Pedoman
Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
26)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 tahun 1997 tentang
Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
27)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107/BAPEDAL/2/1997 tentang
Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.
28)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-124/12/1997 tentang Panduan
Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL.
29)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
30)Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL.
31)Peraturan
Daerah terkait yang relevan lainnya dengan studi ini.