BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi:
Desentralisasi pelaayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi merupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu,outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-public goods-dan peraturan daerah-public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum. ,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.
Dekonsentrasi: diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan terintregrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi.
Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oelh pemerintah daerah untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya.
Penyelenggaraan rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraannya terlepas sama sekali dari garis-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atasannya. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan pengawasan untuk mecegah timbulnya perselisihan yang tidak dikehendaki.
Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri. Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui pokok pikiran otonomi daerah.
3. Untuk menjelaskan sejarah otonomi daerah di Indonesia.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otonomi Daerah
Otonomi (autonomy) berasal dari bahasa Yunani, auto berarti sendiri dan nomous berarti hokum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi dalam pengertian orisinal adalah The legal self of sufficiency of cicial body and in actual independence. Dalam kaitannya dengan politik dan pemerintahan, otonomi daerah bersifat self government atau the coundition of living under one’s own laws. Jadi otonomi darah adalah daerah yang memiliki legal self suffiency yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own law, oleh karena itu otonomi daerah lebih menitikberatkan pada spirasi dari pada kondisi.
Pengertian Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Dasar Hukum
Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :
1. Undang-undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2. Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Sejarah Otonomi Daerah
Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. Undang-undang ini menekankan aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan tiga daerah otonom yaitu karesidenan, kabupaten dan kota. UU ini kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948.
UU ini mengatur tentang susunan pemerintah daerah yang demokratis. Dalam UU ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonomi biasa dan daearh istimewa, serata tiga tingkatan daearh otonom, yaitu provinsi, kabupaten, dan kota.Pasca UU ini, muncul beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974 prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah nyata dan bertanggung jawab. UU ini paling lama, yaitu 25 tahun, dan baru diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999.
Kehadiran UU No.22 Tahun 1999 pada masa lengsernya orde baru dan munculnya kehendak rakyat untuk melakukan reformasi dalam segala aspek kehidupan. Berdasarkan kehendak reformasi itu, ditetapkan Ketetapan MPR No. XV / MPR / 1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Tiga tahun setelah implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur tentang pemerintah daerah.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah
Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
a. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
c. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
d. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi Terbatas.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan Otorita, Kawasan Pelabuhan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan, Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan Daerah Otonom.
7. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
a. UU No. 1 tahun 1945
Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
b. UU No. 22 tahun 1948
Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat.
c. UU No. 1 tahun 1957
Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
d. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
e. UU No. 18 tahun 1965
Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
f. UU No. 5 tahun 1974
Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional.
g. UU No. 22 tahun 1999
Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
3. Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
4. Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut.
5. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
6. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
7. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
8. Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
Ø Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;
Ø Pengaturan kepentingan administratif;
Ø Pengaturan tata ruang;
Ø Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
Ø Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
9. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
11. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
12. Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:
a. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
· Hasil pajak daerah
· Hasil restribusi daerah
· Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
· Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro
b. DANA PERIMBANGAN
· Dana Bagi Hasil
· Dana Alokasi Umum (DAU)
· Dana Alokasi Khusus
c. PINJAMAN DAERAH
1) Pinjaman Dalam Negeri
ü Pemerintah pusat
ü Lembaga keuangan bank
ü Lembaga keuangan bukan bank
ü Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)
2) Pinjaman Luar Negeri
v Pinjaman bilateral
v Pinjaman multilateral
v Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
3) Hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya
4) Penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Oleh karena itu, otonomi daerah harus dibedakan dengan kedaulatan, karena kedaulatan menyangkut pada kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara sedangkan otonomi hanya meliputi suatu daerah tertentu dalam satu Negara. Sehubungan dengan itu, hak pengaturan rumah tangga bukan hak yang tanpa batas karena masih diperlukan hak yang lebih makro dari Negara sebagai pemegang hak kedaulatan atas keutuhan dan kesatuan nasional. Berkaitan dengan pengertian otonomi ini Bagir Manan mengatakan:
Untuk memungkinkan penyelenggaraan kebebasan tersebut (kebebasan dalam menjalankan pemerintahan di daerah) dan sekaligus mencerminkan otonomi sebagai suatu demokratisasi, maka otonomi senantiasa memerlukan kemandirian atau keleluasaan. Bahkan tidak berlebihan apabila dikaitkan hakikat otonomi adalah kemandirian, walaupun bukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan yang merdeka.
Menurut Noer Fauzi, penerapan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan cirri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan public dapat diterima dan produktif dalam memilih kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat.
Selain itu, pasal 1 ayat (5) UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32. tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Mencermati pengertian di atas, otonomi daerah dalam ketentuan UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ini adalah memberikan kesempatan kepada daerah agar dapat mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya dengan prakarsanya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 18 UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjalankan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sangat cocok dengan keadaan daerahg dengan adanya otonomi daerah diharapkan dapat memaksimalkan segala kemampuan yang dimiliki oleh daerah.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa system pemerintahan otonomi daerah mempunyai cirri atau batasan sebagai berikut:
- pemerintahan daerah yang berdiri sendiri
- Melaksanakan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan oleh sendiri
- Melakukan pengaturan, pengurusan dari hak, wewenang, dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya melalui peraturan yang dibuat sendiri.
- Peraturan yang menjadi landasar hokum urusan pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan di atasnya.
B. Daerah Otonom
Daerah otonom adalah daerah di dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan
otonom, atau kebebasan dari pemerintah di luar daerah tersebut. Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan geografinya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut.
Menurut jenisnya, daerah otonom dapat berupa otonomi teritorial, otonomi kebudayaan, dan otonomi lokal.
Menurut jenisnya, daerah otonom dapat berupa otonomi teritorial, otonomi kebudayaan, dan otonomi lokal.
Indonesia
Indonesia memiliki beberapa jenis daerah otonom
Daerah khusus
Daerah istimewa
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran dalam tata kehidupan bernegara.
Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daearh pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948. UU ini, muncul beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974. Tiga tahun setelah implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur tentang pemerintah daerah.
Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang adalah sebagai berikut : Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman budaya,didasarkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, harus sesuai dengan konstitusi negara, lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi , pelaksanaan asas tugas pembantuan .
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengawasi daerah otonom, tetapi pengawasan ini diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar atau sebaliknya, sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.
Menurut UU No. 22 Thun 1999, Bupati dan Wali kotadipilih dan diberhentikan oleh DPRD, tetapi secara administratif di lakukan oleh presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada langsung. Sebelas kewenangan wajib diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota, yaitu : pertanahan, pertanian, pendidikan dan kebudayaan, tenaga kerja, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal, dan koperasi.
Otonomi daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah. Kebijakan sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah. faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara lain : fasilitas, pemda harus kreatif, Politik lokal yang stabil, pemda harus menjamin kesinambungan berusaha, pemda harus komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
B. Saran
Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme bagi pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu danpenyelesaian perselisihan. Selain itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran wilayah dengan lebih mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang bertikai, demikian pula tentang pertimbangan keamanan.
Kalau perlu, sebaiknya pemerintah pusat membuat suatu lembaga independen ditingkat daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tidak hanya mengawasi dan menindak pelanggaran korupsi seperti yang tengah gencar dilakukan KPK, tetapi juga mengawasi setiap kebijakan dan jalannya 0pemerintahan dimana lembaga ini dapat melaporkan segala tidakan-tindakan pemeritah daerah yang dianggap merugikan rakyat didaerah itu sendiri.
Perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dijalankan dengan baik oleh pemerintah Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.